Resensi : The Post

Resensi The Post : Menyaksikan Narasi Ketegangan antara Media Vs Pemerintah




    
Teror digital yang dapat terjadi di lingkup media memungkinkan semakin kuatnya tembok pembatas bagi kebebasan berpendapat. Selain ancaman berupa teror, para jurnalis pun kerap kali mendapatkan tindakan kekerasan selagi menjalankan perannya sebagai kontrol sosial Bahasan kebebasan pers memiliki peluang untuk dapat dimanipulasi melalui intervensi dari pemerintah. Potret tersebut dapat tergambar dengan baik melalui film drama sejarah berjudul The Post. Film ini dirilis secara terbatas pada 22 Desember 2017 di Amerika Serikat. Melalui narasinya, the post mampu menyingkap kebohongan pemerintah Amerika Serikat selama bertahun-tahun yang tentunya didukung dengan teknik sinematografi dan visualisasi konflik yang apik.

    The post mengisahkan tentang andil pemerintah dalam menyembunyikan fakta dari  dokumen rahasia negara. Dokumen yang lebih dikenal dengan Pentagon Papers ini berisikan kekalahan Amerika dalam perang vietnam selama bertahun-tahun. Terlihat di awal cerita kegentingan tentara Amerika dalam melawan pasukan vietnam dengan sangat kewalahan. Namun, di lain sisi pemerintah dengan tenangnya memanipulasi publik bahwa pasukan Amerika mengalami kemajuan dan sangat optimistis dalam perang tersebut. Ketegangan terus berlanjut saat Daniel Ellsbergperiset yang terjun langsung kesana atas perintah Menteri pertahanan—mencuri lalu mengkopi dokumen rahasia tersebut di ruang fotokopi kecil. Selanjutnya penonton disuguhkan dengan konflik internal dalam lingkup perusahaan media. Terlihat kebingungan Kay Graham (Meryl Streep) dalam menjalankan surat kabar The Washington Post. Penonton juga diajak melihat atmosfer kerja yang sangat dinamis dan penuh tekanan dari sebuah surat kabar. Hal ini dapat dilihat dari peran Ben Bradlee (Tom Hanks) yang berambisi meningkatkan koran tersebut dengan berita ekslusif dan tidak hanya sebatas koran lokal. Ketegangan dalam film bertambah saat koran lain, The NY Times memuat berita penuh gebrakan mengenai dokumen super rahasia milik pemerintah, yang disembunyikan dari zaman presiden Eisenhower hingga presiden Nixon. Selanjutnya penonton diajak bersitegang karena pemerintah melakukan pelarangan izin terbit atas berita tersebut. Cerita tetap berlanjut dengan kebimbangan beruntun dari the Washington post untuk turut mempublikasikan berita serupa atau tetap ’nurut’ dengan perintah pemerintah.

    Ketidakbebasan media dalam mengungkapkan fakta karena adanya intervensi dari berbagai pihak merupakan peristiwa yang lumrah ditemukan. Melalui film ini, sangat jelas ditampilkan kritik tajam bagi pemerintah yang mengekang kebebasan pers. Kejelian sutradara Spielberg dalam mengeksekusi konflik cerita dengan sangat detail membuat film ini layak menjadi pemenang dalam Washington DC Area Film Critics Association Awards. Film ini juga didukung dengan pemilihan latar yang tepat sehingga mampu menampilkan cerita secara utuh. Visualisasi konflik internal dan eksternal didukung dengan baik berkat kemampuan mumpuni dari para aktor. Meryl Streep berhasil membuat penonton emosional pada saat scene pengambilan keputusan oleh pimpinan surat kabar tersebut. Berkat kemampuan aktingnya Streep berhasil memenangkan penghargaan best actress dalam National Board Of Review USA. Akhir film ini pun ditutup dengan konklusi yang menarik, secuil spoiler mengenai skandal Watergate yang kembali menyeret presiden Nixon dan melibatkan kembali the Washington post.

    Matangnya setiap aspek dalam film ini mengantarkan the post menjadi salah satu nominasi film terbaik dalam ajang Oscar 2017.  Film ini berhasil mewakili semua aspek untuk kategori film terbaik mulai dari komposisi musik, scenario, penyuntingan, penyutradaraan, dan pemeranan. Kendati demikian, pemenang nominasi film terbaik saat itu bukanlah the post. Jika ditinjau lebih lanjut film ini memiliki jalan cerita yang sangat kompleks sehingga terkesan membosankan di awal dan butuh waktu lama untuk memahami alur cerita yang disuguhkan. Bagi orang awam akan cukup kesulitan menonton film ini karena menyoroti beberapa skandal pemerintah yang sangat historis. Selain itu, penonton tambah dibuat kebingungan karena perlu memahami konflik lain yang terjadi di perusahaan media.

      Terlepas dari kelebihan dan kekurangan film ini, The post berhasil meraih 20 penghargaan dan 114 nominasi dalam berbagai ajang bergengsi. Film ini mampu menyita perhatian publik akan tindakan pemerintah khususnya pemerintah Amerika Serikat dalam menyembunyikan fakta penting yang seharusnya diketahui publik. Dalam film ini di akhir cerita, dinyatakan  Pers to serve the govern not the governor”. Kemerdekaan pers adalah wujud nyata negara dalam memberikan kedaulatan bagi rakyatnya.

Tulisan ini pernah dimuat dalam situs suara mahasiswa http://suaramahasiswa.com/The_Post_Menyaksikan_Narasi_Ketegangan


Comments

More on This